Dulu,
dulu sekali saya pernah berkunjung ke Borobudur kalau tidak salah waktu itu
saya masih SD. Tidak banyak yang bisa saya pelajari waktu itu, selain berhasil
menggagahi bangunan yang merupakan salah satu keajaiban dunia. Kemudian dengan
bangga berdiri di puncaknya. Paginya kaki saya bengkak.
Kemarin,
saya sekali lagi berkunjung ke tempat tersebut. Sendiri. Karena tujuan saya
kali ini memang ziarah, saya pikir tidak perlulah membawa rombongan
berbanyak-banyak.Cukuplah bagi saya bisa berjalan santai di lorong-lorongnya,
berputar searah jarum jam menikmati lekuk manja reliefnya. Kalopun pada
akhirnya saya beruntung bertemu beberapa orang yang dengan sukarela bercerita
mengenai fakta yang sangat menarik dari Candi Borobudur beserta filosofi dibaliknya,
marilah kita anggap sebagai bonus. Munngkin karena banyak akhirnya tidak bisa
dicerna paginya kaki saya tetap bengkak dan kepala saya berat.
Jika
diamati Candi Borobudur terdiri dari 3 tingkat, tingkat pertama disebut
kamadhatu (ranah hawa nafsu), tingkat ke dua disebut Rupadhatu (ranah berwujud
dan tingkat yang terakhir adalah Arupadhatu (ranah tak berwujud). Saya sendiri
kali ini tidak berminat untuk menulis banyak mengenai ketiga tingkatan
tersebut. Penjelasan untuk pemula dapat dengan mudah ditemukan di wikipedia,
dan penjelasan lebih mendalam tentu tidak bisa didapatkan dalam satu kali
kunjungan singkat. Bagi saya lebih menarik ketika melihat bagaimana 160 panel
cerita Karmawibhangga (relief mengenai kehidupan dunia yang penuh hawa nafsu)
terkubur. Beberapa sumber mengatakan penguburan itu disengaja karena relief-
relief tersebut menggambarkan adegan yang tidak pantas untuk dipamerkan saat
ini karena unsur vulgar yang terkandung di dalamnya. Beberapa mengatakan
penutupan dilakukan untuk memperkuat pondasi candi, dikhawatirkan candi akan
ambles jika bagian bawahnya tidak diperkuat. Saya sih ambil aman saja, sayang
sekali relief itu tidak bisa dipertontonkan. Toh apapun gambarnya relief itu
sudah terukir disana dan saya yakin ke-vulgar-an relief tersebut tidak akan
melebihi gambar-gambar yang bisa kita unduh di internet saat ini. Ini menjadi
seperti membaca buku yang halaman awalnya disobek, maka makna endingnyapun menjadi
kurang lengkap.
Ini buku cerita yg paling abadi |
Semakin
ke atas kita akan berjumpa dengan sejumlah patung budha yang tidak berkepala.
Kepala mereka tentu tidak hilang begitu saja, sejak Candi Borobudur kembali
ditemukan pada tahun 1814. Bangunan tersebut mengundang banyak perhatian dari
seluruh dunia, tak terkecuali para kolektor barang antik. Patung-patung Budha
itu pun dipenggal untuk memenuhi permintaan tersebut, illegal tentu saja. Tak
hanya itu, pernah pula pemerintah Hindia Belanda dengan sengaja melakukan
pemindahtanganan arca dan beberapa relief kepada Raja Thailand. Hanya karena
sang raja merasa terkesan dan ingin memiliki benda tersebut. Saat ini
barang-barang tersebut dipamerkan di Musium Nasional di Bangkok. Bayangkan kau
dipisahkan dari ragamu dengan paksa kemudian dibawa pergi keseberang lautan.
Para kolektor tersebut pastilah mendengar kepala Budha itu menangis tiap malam,
karena bangsa kita ternyata terlalu sibuk untuk sekedar menangisi penjarahan
itu.
Cerita
lain yang membuat sedih adalah pemboman yang dilakukan oleh sekelompok muslim
beraliran ekstrem, pada 21 Januari 1985. Kejadian ini membuat 9 stupa di
tingkat arupadhatu rusak parah dan harus direnovasi. Meskipun pada akhirnya
pelaku pemboman tertangkap dan dihukum namun tetap saja ada luka yang tidak
bisa disembuhkan di badan sejarah. Saya muslim dan sangat malu dengan kejadian
tersebut. Saya baru lahir 4 tahun 3 bulan dan 5 hari setelah kejadian tersebut. Jadi bayangkan, seumur hidup saya meskipun saya mengunjungi Borobudur
berkali-kali, yang saya lihat bukan versi asli stupa yang dibangun pada masa
Syailendra. Yang bisa saya nikmati hanya replika. Replika stupa dan
patung-patung Budha tanpa kepala.
don't you hear them crying every night? |
Puas
berkeliling, atau lebih tepatnya letih dan kepanasan, saya turun dan masuk ke
museum Kharmawibhangga. Museum tersebut kita
bisa melihat foto beberapa potongan relief candi Borobudur, termasuk juga
foto-foto pertama yang memperlihatkan kondisi awal Candi Borobudur sebelum
pemugaran dan foto paska pemboman. Agak menyesal juga kenapa tadi tidak masuk
ke museum dulu baru naik ke atas, penjelasan di sini akan lebih banyak membantu
pemahaman di sana
Ketika
saya mampir kesana ruangan tersebut kosong, hanya ada satu penjaga yang berjaga
disana. Pak Wandi, bapak inilah yang akhirnya berbaik hati menemani saya
berkeliling. Kami berhenti di sebuah patung Budha yang secara khusus
dipindahkan dari stupa puncak candi Borobudur. Sepintas patung ini seperti
patung budha lainnya, lebih jelek malah, karena beberapa bagiannya seperti belum
selesai dikerjakan dan terlihat sangat kasar. Tidak banyak yang mengetahui
keberadaan patung tersebut, karena letaknya memang tidak di kawasan bagunan
utama. Meskipun begitu menurut saya, ini menurut saya lo, patung ini menyimpan
simbolisme yang bahkan membuat konsep mandala dan arsitektur Borobudur terlihat
biasa saja. Sekali lagi ini menurut saya lo.
batu yang berjajar ini merupakan baian dari candi yang terlepas dan belum ditemukan tempat aslinya, for me its looks like single peolpe waiting for a romance..hey shit happens,right? |
Unfinish
Budha atau patung Bundha yang belum selesai, begitu nama yang tertera di
petunjuknya. Sesuai namanya patung ini memang terlihat seperti belum selesai,
banyak versi yang mencoba menjelaskan kenapa patung ini terlihat lebih buruk
dari patung yang lain. Versi favorit saya adalah yang menyebutkan jika patung
ini bukan belum selesai tapi memang tidak akan pernah bisa diselesaikan. Alkisah,
ketika pengerjaan Borobudur hampir selesai para pekerjanya ingin membuat karya
yang monumental di bagian puncaknya. Dengan stupa yang paling besar, patung
Budha pengisinya juga harus paling istimewa dan SEMPURNA. Setelah sekian lama
mencoba memahat patung tersebut, akhirnya diputuskan untuk memasang patung
tersebut sebagaimana yang bisa kita lihat saat ini. Bukan karena waktu yang
sudah mendesak, tapi karena akhirnya konsep kesempurnaan tidak bisa dicetak
kedalam sebuah patung. Konsep tersebut terlalu besar, terlalu absurb, dan jujur
saja bukan untuk manusia. Bahkan kita mengenal istilah “Kesempurnaan hanya
milik Tuhan”
Unfinish Budha, disini saya punya rahasia :) |
Maka
dipasanglah patung tersebut, untuk kemudian mengingatkan betapa apapun yang telah
menusia buat dan lakukan pada akhirnya kesempurnaan hanya milik Tuhan. Bahkan setelah
kita pada akhirnya berhasil naik tingkat dari Kamadhatu ke Rupadhatu atau
bahkan berhasil memahami Arupadhatu sekalipun, kita tidak pernah sempurna. Kalo
para leluhur kita yang sanggup membangun mahakarya Borobudur saja tidak berani
menganggap diri mereka sendiri sempurna apa lagi saya, yang membuat rumah
kardus saja belum becus.
Sebenarnya
yang menarik dari patung tersebut bukan hanya itu, masih menurut Pak Wandi,
patung tersebut sering digunakan untuk memanjatkan doa. Saya garis bawahi
digunakan untuk memanjatkan doa itu berarti digunakan sebagai sarana berdoa
kepada Tuhan, sama seperti masjid, gereja, atau sinagog. Hanya orang pekak yang
menganggap ketika kita berdoa di masjid berarti kita menyembah masjid tersebut.
Sarana dan tujuan itu berbeda sangat
Orang
yang datang bermacam-macam, ada yang berdoa untuk kesembuhan penyakit, ada yang
berdoa untuk kesembuhan ekonomi namun mitos yang paling menggoda untuk saya
coba adalah jika kita memandikan patung tersebut dengan air yang disediakan
disampingnya “Maka bagi siapa saja yang belum bertemu jodoh akan dimudahkan
jodohnya”. Sebagai penganut asas ‘selama tidak rugi dicoba saja’ saya langsung
beranjak dan memandikan patung tersebut diiringi Pak Wandi yang tertawa
terbahak-bahak. Siapa tahu!..ya siapa tahu..
Perjalan
saya hari itu sungguh menyenangkan, saya sunguh tidak akan pernah melupakan
patung-patung Budha yang menjerit meratapi kepala mereka yang dijarah, relief-relief
laksana buku cerita yang menunggu dibaca, patung unfinish Budha yang bisa
mengajarkan kita tentang kesempurnaa. Dan tentu saja teman baru saya, Pak
Wandi.
Terimakasih lain waktu saya akan datang lagi