Rabu, 29 September 2010

akhirnya

Dan akhirnya datang juga
saat ketika sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan diantara kita
saat itu kau dan aku menjelma menjadi kumbang dan ilalang
bertemu tapi tak saling bertegur sapa

Senin, 27 September 2010

kau dan aku

sayang, ada yang harus kita bicarakan
kenapa sekarang aku hanya bisa melihat separuh rembulan

mungkinkah karena kau menyimpan separuhnya dimatamu??

untukmu lelakiku

Tuhan aku benci laki-laki itu
Menyita setengah dari pikiranku hari ini
Membuat awan biru itu menjadi kelabu lalu hujan
Membuat angin sepoi-sepoi itu menjadi badai

Tuhan aku benci laki-laki itu
Aku benci cara dia bicara
Aku benci cara dia tertawa
Dan aku benci cara dia menggodaku

Tuhan aku benci laki-laki itu
Benci cara dia masuk ke otakku,menelusup dan mengendap
lalu pergi..

Tuhan usir dia dari otakku
Lenyapkan bayangnya dari imajinasiku
Cabut dia dari sudut-sudut mimpiku
Tenggelamkan dia dalam samudera keangkuhanku

Agar aku bisa terlelap
Berhenti terjaga hanya untuk merindukannya
bersama petang,bersama hujan

Perempuan

Kenapa kami tak boleh mengumpat
padahal kami sama kesalnya dengan kalian
kenapa kami tak boleh menolak
sementara kalian selalu mendapat apa yang kalian inginkan
seperti mimpi dan kebebasan
kenapa kami tak boleh mengeluh
padahal beban kita sama terasa
Apa karena kami perempuan?

Karena norma kau larang kami mengumpat
namun kaummu menebar umpatan bahkan hampir di setiap akhir kata
tapi membungkam kami atas nama norma
lalu kau sebut ini keadilan?

bagaimana jika nanti kami yang kalian umpat?
kau ingin kami menunduk dan terdiam?
lupakan kalau itu yang kau inginkan.

Bagaimana dengan kalian yang bebas melayangkan mimpi dan mengejarnya?
sementara atas nama tugas kau kurung kami di dapur
berteman jelaga dan amis ikan asin
terus dipersalahkan atas rumah yang berantakan dan masakan yang rasanya tak seenak rasa restoran
Lalu kau hibur kami dengan kata pengabdian
bicara padaku seperti itu,dan akan kukenalkan kau pada kartini dan bunda teressa
sambil kuolesi wajahmu dengan jelaga!

Bukan ini keadilan yang kami bayangkan
Bukan ini kebebasan yang kami harapkan
Bukan ini pengabdian yang ingin kami lakukan!

Minggu, 19 September 2010

Sebuah Perjalanan

Dulu aku bertanya seperti apa hutan sebenarnya?
seperti apa dunia ketika dilihat dari tempat yang lebih tinggi.
Tempat dimana rumah hanya tampak seperti sepotong permen,jalan raya terlihat bagai benang yang dihamburkan ke lantai dan manusia tak ubahnya titik-titik hitam yang berjalan sangat-sangat pelan yang bahkan takkan kau sadari keberadaannya.

Aku juga pernah bertanya tentang bagaimana rasanya ketika hanya ada kesunyian disekelilingmu yang bahkan suara tetes air terdengar berirama dan hanya ada kamu bersamanya.Ah pasti mendebarkan ketika meluncur bersama kelokan-kelokan sungai diantara derasnya jeram-jeram dan ketika tebing-tebing membisu bahkan ketika kau berteriak kegirangan mendapati hamparan samudera yang membentang di kejauhan.

Dan akupun memulai sebuah petualangan...

Larut dalam perjalananku sebuah kerinduan
Pernahkah olehmu dalam sebuah perjalanan terlintas untuk pulang?Meringkuk nyaman dalam dekap Ibu dan perlindungan Ayah,lelap dalam hangat selimut yang kau kenal.Tempat dimana kau merasa aman..

Saat angin malam tak lagi berkawan dan letih dengan cepat menjelma menjadi teman seperjalanan.Pernahkan terpikir olehmu untuk memutar arah.Sekedar untuk meneguk hangat sup dalam mangkuk

Pernahkah kau ingin mengadu tentang jurang yang menghampar di depanmu,tentang jeram-jeram yang siap menelanmu,tentang gelap yang memenjarakanmu dalam sunyi.Yang kau datangi tiap akhir pekan,demi apa yang kau sebut petualangan..

Pernahkah ingatmu melayang pada sosok yang menanti kepulanganmu yang berat melepas kepergianmu yang terpaksa rela

Aku pernah
Teringat pada mereka.Dengan beraneka pesan yang bergema,melarang ini,menolak itu,selalu khawatir dengan hal-hal baru.Terlintas kembali saat ibuku berlari sambil memanggilku,padahal belum genap 10m aku pergi.Sedikit terusik aku berbalik.Kulihat dia berlari membawa jaketku,tergesa,jaket yang sengaja kutinggal karena terlalu berat.
Raut khawatir terlihat jelas disana."Ini ketinggalan nanti kedinginan" ujarnya pelan.Aku tertegun.
Bahkan sekedar ucapan terimakasih pun tak kluar,bukan aku tak mau tapi aku tak mampu.

Aku tak pernah menengok lagi untuknya,karena menengok ke belakang hanya membuat mereka ragu akan kepergianku.
Dan melambatkan langkahku hanya menambah berat beban perjalanan.
Maka akupun berlari.Sambil membisikkan janji untuk kembali.
Tapi bahkan dari sudut mataku bisa kulihat dia mengawasiku sampai hilang aku ditelan belokan.
Dan masih kurasakan hangat tangannya didahiku

Karena setiap perjalanan tak pernah dimulai dengan mudah dan kata pulang tak pernah bisa dipastikan maka nikmatilah setiap prosesnya.Nikmati setiap detik lelahnya setiap tetes peluhnya setiap pahit getirnya.

Karena tiap kelokan menarik dengan kisahnya sendiri.